Rabu, 01 Agustus 2012

syukurnya seorang buta

Rasulullah menceritakan suatu kisah kepada para sahabatnya. Kisah yang penuh dengan hikmah yang dapat kita ambil ini, dicatat dengan baik oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab shahih mereka (Bukhori no. 3464 dan Muslim no. 2964) yang monumental. Diriwayatkan dari Abu Hurairoh bahwa Nabi pernah bercerita, 
“Dahulu ada tiga orang Bani Israil yang masing-masing menderita
suatu penyakit. Orang pertama diserang penyakit kudis sekujur tubuhnya,
orang kedia tidak memiliki sehelai rambut pun di kepalanya (botak) dan orang ketiga menderita cacat pada matanya sehingga tidak bisa melihat (buta).
Alloh ingin menguji mereka dengan mengutus seorang malaikat-Nya.Malaikatpun mendatangi orang pertama seraya bertanya, “Apayang paling anda inginkan?” Jawabnya, “Warna dankulit yang indah serta hilangnya seluruh cacat di tubuhku yang membuatmanusia menjauhiku.” Malaikat lalu mengusapnya sehingga cacatdi kulitnya hilang dan berganti warna kulit yang indah. Malaikat lalubertanya lagi, “Binatang (ternak) apa yang paling anda inginkan?”
Jawabnya, “Unta … -atau sapi- (1). Lantas diapun diberi unta yang sedang bunting dan malaikat berdo’a,
“Semoga Alloh memberkahimu dengan binatang itu.” 
Selanjutnya malaikat mendatangi orang yang botak dan bertanya, “Apa
yang paling anda inginkan?” Jawabnya, “Rambut yang
indah serta hilangnya seluruh cacat yang membuat manusia lari dariku.”
Malaikat lalu mengusapnya sehingga cacat di kepalanya hilang dan diberi
rambut yang indah. Malaikat lalu bertanya lagi, “Binatang
apa yang paling anda sukai?” Jawabnya, “Sapi.”
Lantas diapun diberi seekor sapi bunting. Kemudian malaikat berdo’a,
“Semoga Alloh memberkahimu dengan binatang tersebut.”
Kemudian malaikat mendatangi orang yang ketiga (si buta) dengan pertanyaan
yang sama, “Apakah sesuatu yang paling anda inginkan?”
Jawabnya, “Semoga Alloh menyembuhkan mataku hingga aku dapat
melihat.” Malaikat lalu mengusapnya sehigga dia dapat melihat.
Malaikat lalu bertanya lagi, “Binatang apa yang paling anda
inginkan?” Jawabnya, “Kambing.” Lantas
diapun diberi kambing bunting dan malaikat berdo’a, “Semoga
Alloh memberkahimu dengan binatang itu.”
Waktu terus berputar, hari silih berganti, bulan berganti terus berjalan
dan tahun-tahun terus berlalu. Ternak mereka makin berkembang biak
dan bertambah banyak, hingga masing-masing mempunyai sebuah lembah
yang mereka pergunakan untuk menggembala ternaknya masing-masing.
Lembah unta, lembah sapi dan lembah kambing.
Kini tiba saatnya bagi Alloh untuk menguji mereka.
Malaikat kembali mendatangi orang pertama yang kini adalah orang kaya
dan tidak lagi berkudis. Malaikat tersebut datang dengan wujud dan
keadaan orang tersebut sebelum jadi kaya, yaitu seorang yang miskin
lagi berkudis. Kemudian mengatakan,
“Saya seorang miskin yang kehabisan bekal dalam perjalanan,
hari ini tiada yang dapat menolong diri saya kecuali Alloh kemudian
tuan. Saya memohon kepada tuan yang telah dikaruniai kulit yang indah
untuk berkenan kiranya memberi harta demi kelangsungan perjalanan
saya.”
Si kudis menjawab,
“Tidak, kebutuhanku yang lain masih banyak.”
Malaikat berkata,
“Sepertinya dulu saya pernah mengenal tuan. Bukankah dahulunya
tuan adalah seorang yang berkudis lalu Alloh sembuhkan? Dan dahulu
tuan adalah seorang yang fakir lalu Alloh cukupkan?”
Dia menjawab,
“Harta ini adalah harta warisan nenek moyang sejak dulu.”
Kata Malaikat,
“Jikalau engkau dusta, maka Alloh akan merubah tuan seperti
keadaan semula.”
Berikutnya malaikat mendatangi orang kedua. Malaikat itu menyerupai
wujudnya ketika masih miskin dan botak dahulu, seraya mengajukan permintaan
yang serupa dengan orang kedua tadi. Jawaban yang diperoleh pun tidak
berbeda dengan jawaban orang pertama. Akhirnya Malaikat berkata,
“Jikalau engkau dusta, maka Alloh akan merubah tuan seperti
keadaan semula.”
Malaikat kemudian mendatangi orang ketiga dengan rupa seorang buta
yang miskin seraya mengatakan,
“Saya orang miskin yang kehabisan bekal dalam perjalanan.
Hari ini tiada yang dapat menolong diri saya kecuali Alloh, kemudian
tuan. Saya memohon kepada tuan yang telah disembuhkan oleh Alloh untuk
berkenan kiranya memberi saya sedikit harta demin kelangsungan perjalanan
saya ini.”
Jawab si buta,
“Dahulu aku adalah seorang yang buta, kemudian Alloh menyembuhkanku.
Maka ambillah apa saja dan berapapun yang anda mau dan tinggalkan
yang anda tidak suka. Demi Alloh, saya tidak merasa keberatan bila
anda mengambil sesuatu untuk Alloh.”
Malaikat menjawab,
“Tahanlah hartamu, ambillah kembali. Sesungguhnya kalian
sedang diuji. Alloh telah meridhoimu dan murka kepada saudaramu.”
Si buta dengan ikhlas hati memberikan hartanya kepada malaikat tersebut
yang dalam pandangannya adalah seorang yang membutuhkan bantuan. Maka
Alloh memberkahinya dan dia tetap memiliki hartanya. Berbeda halnya
dengan kedua rekannya terdahulu yang ternyata dia berubah menjadi
seorang yang bakhil. Setelah berubah menjadi orang kaya dan bertahta,
keduanya lupa akan kewajibannya, yaitu bersyukur kepada Alloh dan
memberikan hak orang lain yang juga membutuhkan uluran tangannya.
Maka dikembalikanlah keadaan mereka sebagaimana semula.”
Dari kisah di atas, kita dapat mengambil banyak hikmah dan pelajaran
yang sangat berharga. (2) Diantaranya:
# Iman akan adanya para malaikat yang diciptakan Alloh dari cahaya
# Malaikat dapat menjelma seperti wujud bani Adam
# Wajibnya bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Alloh
# Syukur nikmat merupakan sebab keridhoan Alloh
# Penetapan sifat ‘Ridho’ dan ‘Murka’ bagi Alloh sebagaimana aqidah
salaf, Ahlu Sunnah wal Jama’ah
# Sifat bakhil dan dusta merupakan penyebab murka Alloh sebagaimana
terjadi pada si kudis dan si botak.
# Jujur dan dermawan merupakan sifat yang mulia sebagaimana sifat si
buta di atas
# Harta yang sedikit tapi disyukuri itu lebih baik daripada banyak tapi
tidak disyukuri sebagaimana harta si buta yang hanya kambing dibanding
harta si kudis dan si botak yaitu unta dan sapi.
# Keutamaan Shodaqoh dan belas kasih terhadap fakir miskin
# Pentingnya ilmu kisah karena lebih mendalam di hati manusia
——————————————————————————–

Tidak ada komentar:

Posting Komentar